Galeri

Minggu, 11 Desember 2011

Lack of understanding on the Policy

We, as practical persons,  don't really have a good understanding in the law toward education. WE just do what we understand to do, according to explanation of human resource at the first time we enter an education institution. Time goes by and we remain doing all the things without knowing the basic policy stated what we do. That's why  we don't even sure about the rights that we have. How could we advocate our rights and other issues within education field which is the main points to make a better conditions day by day.
It's ironic. Even sometimes my mind doesn't really like to learn about the policy, but I realize that I must start to take a look at those documents. I have to understand where do I stand at and what am I doing now, what are the impacts and where do they go for ?
I am now trying to compile all the law toward education system and start to read them, to understand them.
I want to be the one who really know about the role and being able to advocate for something to be better, just like what we are facing now towards national evaluation system. 

Sabtu, 10 Desember 2011

SLB sebagai Resource Center

Suatu hari, di mana seluruh sekolah telah membuka diri untuk menerima beragam siswa dengan kondisinya masing-masing, kesempatan tidak lagi menjadi sesuatu yang mahal diraih. Semua anak mendapatkan haknya untuk memilih dan menentukan yang mereka mau, dalam kaitannya dengan sekolah yang menjadi lembaga tempat mereka belajar. Kebutuhan mereka yang unik, tidak lagi menjadi momok yang menjadikannya istimewa. Kesadaran bahwa semua anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan maksimal, membukakan pintu kreatifitas dan semangat pemberdayaan semua pihak.

SLB menjadi alternatif sekolah untuk mendidikan siswa-siswa yang memang membutuhkan layanan pendidikan khusus. Semakin sedikit siswa SLB, dan semakin berdaya gurunya, karena mereka akan menjadi nara sumber yang memantau perkembangan siswa-siswa dengan kebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum. Guru  menjadi tenaga ahli dalam memberikan pengayaan dan keterampilan dasar bagi siswa berkebutuhan khusus. Dan juga tutor dan konselor bagi guru di sekolah bersangkutan. Hal ini sangat penting, karena ada keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh anak-anak dengan kondisi khususnya, seperti tuna netra yang otomatis harus menguasai penulisan dan pembacaan huruf braille untuk memudahkan mereka mengakses informasi. Tidak semua guru memahami bahkan kenal dengan huruf Braille. Di sinilah peran guru SLB untuk memberikan pelatihan keterampilan baca tulis Braille. Atau untuk anak-anak yang menyandang tuna rungu...mereka perlu mendapat pelatihan wicara, atau speech therapy. Di mana layanan ini hanya dapat diberikan oleh tenaga-tenaga yang ahli di bidangnya.

Lalu selanjutnya ada proses observasi, evaluasi, dan pelaporan. Observasi sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari anak berkebutuhan khusus selama mereka mengikuti proses pembelajaran. Penentuan program-program pengembangan serta mengkomunkasikannya dengan orang tua. Dengan kata lain, terbinanya hubungan kerjasama yang sangat baik antara pihak sekolah, resource centre, dan orang tua sebagai pihak-pihak penentu keberhasilan anak didik.

Bisa dibayangkan, begitu harmonisnya mutual sistem yang terbentuk. Namun, semuanya tidak terlepas dari peranan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Otomatis, menjadi PR pemerintah untuk memikirkan sistem kompensasi dari tenaga-tenaga guru SLB yang menjalankan tugasnya, moving dari 1 sekolah ke sekolah yang lain. Dengan pemahaman yang sama, visi dan misi yang sejalan, semua akan mudah untuk dilaksanakan. Sehingga angka 74 % anak disabilitas yang sekarang belum bersekolah, dapat dihilangkan dan semua anak berkesempatan untuk mengikuti proses penempaan diri sebagai generasi bangsa yang berarti di masa depan.

Kamis, 01 Desember 2011

Dari Soal Bahasa Indonesia Melanjutkan Cerita

Chrysan
Desa Pedagun mengalami kekeringan. Seluruh tanaman padi yang ditaman tidak tumbuh dengan baik. Karena itu  penduduk tidak dapat memanen padi pada waktu yang diharapkan. Beras tidak lagi menjadi bahan makanan pokok. Kini, banyak penduduk yang berganti memakan singkong dan jagung. Warga menjadi ressah. Bayi-bayi menangis kelaparan. Harga makanan semakin meninggi. Banyak orang yang pindah dan mengungsi ke rumah orang tua mereka. Hingga suatu hari, semua makanan dan minuman habis. Bapak SBY ternyata mendengar berita bahwa Desa Pedagun mengalami kekeringan . Pak SBY menyumbangkan  makanan dan minuman. Akhirnya, musim hujan tiba, wargapun senang, petani juga senang sekali. Akhirnya mereka, para warga desa hidup dengan tentram lagi.

(oleh: Chyrisan Dylauda A./ Kelas 4A)


Made Handika
Desa Pedagun mengalami kekeringan. Seluruh tanaman padi yang ditaman tidak tumbuh dengan baik. Karena itu   penduduk tidak dapat memanen padi pada waktu yang diharapkan. Beras tidak lagi menjadi bahan makanan pokok. Kini, banyak penduduk yang berganti memakan ubi. Karena ubi tidak kenal musim. Untungnya, para petani memiliki tanaman ubi karena lebih praktis dan lebih mudah mencarinya. Para penduduk desa, hampir setiap hari memakan ubi sebagai pengganti nasi. Mereka telah merasakan ubi memang lebih enak dari pada nasi. Akhirnya ubi telah berada di seluruh Indonesia.


(oleh : Made Handika  / Kelas 4B)

Minggu, 20 November 2011

Setara dalam Inklusi

Kenapa ada kata inklusi jika pada dasarnya Tuhan tidak pernah menciptakan ekslusifitas dari apapun ? Manusia memang selalu lebih kreatif dalam menyombongkan dirinya. Menciptakan segala macam istilah dan produk abstrak maupun nyata dalam hiduonya. Tidak akan pernah berhenti membuat terobosan-terobosan yang awalnya dipandang mustahil. Berpikir . .. berpikir . . . dan berpikir terus. Berlari . . . berlari . . . .dan berlari seolah kaki-kakinya terbuat dari baja, bukannya dari tulang. Meski hanya dengan hanya 2 tangan, terus menguleni adonan ide-idenya menjadi karya-karya baru yang heboh. Sampai munculah kata inklusi, setelah disadari banyak krisis muncul dari penerapan ekslusi. Jadi apa yang salah ? Sikap sombong ? Tidak semua orang sombong. Hanya saja, kesombongan yang diciptakan orang-orang tertentu menjadi sebuah refleksi orang-orang lainnya, untuk memikirkan penanganan dampak dari kesombongan itu sendiri.

Di mana letak kesombongan dalam pendidikan ? Keangkuhan akan singgasana yang cemerlang dengan kurcaci-kurcaci kecil sempurna tanpa cela. Maka dianggap sempurnalah kerajaan sekolah itu. Sang raja atau ratu yang berkuasa duduk sambil mendengarkan cerita-cerita lucu dan mengesankan atau berita -berita membanggakan dari ukiran-ukiran prestasi mereka. Begitulah gambaran umum lembaga sekolah yang ideal di mata sebagian orang. Maka, ketika seorang ibu menggandeng anaknya yang tuna rungu memasuki gerbang sekolah, mereka menutup rapat pintunya, dengan deklamasi yang entah datang dari mana, ribuan alasan klise disampaikan, hingga si ibu dan anak melangkah pergi dengan hati yang gamang. Ke mana mereka akan pergi selanjutnya ?

Ke sana ke sini, sang ibu tidak dapat lagi melihat sekolah untuk anaknya. Sekolah-sekolah yang pernah dilaluinya telah menutup rapat pintu-pintu kelas untuk anaknya. Sang Ibu merana, menatapi anaknya yang sedang menggambar sebuah sekolah di atas kertas, dan menuliskan sebuah kata, "Sekolahku". Tapi yang mana sekolah untuknya ?

Dengan alasan, karena takut tidak dapat memberikan pelayanan yang terbaik, banyak sekolah yang melakukan tindakan di atas. Sebenarnya bukan itu, mereka hanya tidak mengerti sepenuhnya, bahwa pendidikan itu untuk semua. Sekolah itu adalah kerajaan bersama. Dan guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan adalah pembelajar sepanjang hayat yang harus memiliki semangat untuk mencerdaskan ank bangsa tanpa diskriminasi.

Kamis, 13 Oktober 2011

Rapat Pagi

Kemarin, di jam morning ritual, pejabat kelas berkumpul di hall atas. Mereka perwakilan siswa dari kelas 3 sampai kelas 5 yang berada di lantai atas. Kami berdiskusi tentang penentuan jadwal petugas yang membuka dan menggulung karpet saat sholat Zuhur. Karena yang selama ini terjadi adalah, karpet dibiarkan terbuka setelah sholat, menunggu sampai office boy sekolah yang menggulung. Hal ini sebenarnya dapat langsung dilakukan oleh siswa, tanpa menundanya, sehingga seringkali karpet menjadi kotor karena ada anak-anak yang menginjaknya saat bermain, terutama jika office boy tidak langsung menggulungnya.

Masalah kedua yang masih berkaitan dengan hall atas juga, adalah penggunaan ruang bermain bola. Pernah suatu siang, beberapa anak menghampiri saya dan mengadu, "Bu, adik-adik kelas 4 koq ga mau gantian mainnya. Kami sudah tidak pernah bermain di hall atas selama beberapa hari." Ok, ini juga satu poin yang harus didiskusikan bersama.

Jadi, saya undang pejabat kelas 3-5 untuk berkumpul menyelesaikan masalah ini. Dan mereka setuju untuk dibuat jadwal. Setelah sepakat, mereka menandatangani kesepakatan itu.
Hari ini akan ditempel di hall atas, dan diberikan ke setiap kelas di lantai atas.

Minggu, 09 Oktober 2011

Gratis Berimajinasi (1)

Apa yang gratis dalam hidup ini selain bernafas ? Jawabannya adalah berpikir. Pertanyaan selanjutnya adalah berpikir yang bagaimana yang menyenangkan ? Jawaban saya adalah berimajinasi, memimpikan sesuatu yang seru dan bebas tanpa batas. Selain untuk kesenangan, dari pengalaman saya sebagai seorang guru, berimajinasi dapat meningkatkan kadar serotonin, yang menyebabkan saya merasa lebih relaks. Kondisi relaks inilah yang saya butuhkan dalam melakukan setiap aktivitas, termasuk melakukan tanggungjawab saya mengajar.


Sebagai manusia, pastinya ada saat-saat di mana kondisi hati tidak selalu stabil. Jika sudah terasa bad mood datang, strategi yang saya gunakan adalah mencari metode belajar yang selain menyenangkan buat siswa, saya juga sekaligus mendapat kesenangan. Seringnya saya membuka pelajaran dengan mengangkat cerita inspiratif dari fakta yang ada, kemudian mengajak siswa membayangkan tentang sesuatu yang luar biasa, yang dapat mereka lakukan. Kemudian, baru dikaitkan dengan materi pelajaran yang dibahas.

Saat ini, tanggungjawab saya adalah mengajar Bahasa Indonesia. Imajinasi membantu sekali siswa menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Seperti pada tema surat undangan pribadi. Awalnya saya bercerita tentang wisatai luar angkasa yang digagas oleh Richard Branson. Lalu, apa kaitannya dengan surat undangan pribadi ? Richard Branson menjadi inspirasi untuk melanjutkan ke aktivitas selanjutnya. Saya berikan waktu siswa selama 1 menit untuk menentukan tema surat undangan pribadi mereka. Contohnya, seperti Richard Branson yang mengundang orang-orang untuk ikut dalam wisata luar angkasa yang dia gagas di tahun 2009. Selama 1 menit itu, saya arahkan imajinasi mereka ke langit. Membayangkan tema undangan yang luar biasa. Menempatkan diri mereka menjadi seorang pengusaha hebat yang dapat menciptakan sesuatu yang berbeda dan berskala internasional.


Yang menyenangkan bagi saya adalah melihat kerlap-kerlip bintang di mata mereka saat mereka menunjukkan jarinya dan melontarkan ide-ide uniknya masing-masing. Mulai dari pengusaha batik berskala internasional, pengusaha restauran, pemilik sekolah, sampai dengan pengusaha pesawat jet dunia. Ketika eiger mereka telah terbentuk, mereka akan lebih mudah menuangkan ke dalam bentuk tulisan. Awalnya, saya bebaskan mereka menulis, tanpa batasan struktur dan tata bahasa yang baik. Biarkan saja ide mereka tertumpah dulu di atas kertas. Setelah mereka selesai, baru saya ajak mereka mengevaluasi tulisan untuk memperbaiki tata dan struktur bahasanya. Hasilnya adalah surat-surat undangan yang kreatif dan variatif temanya. Dan sangat menyenangkan untuk membaca surat-surat itu. Beberapa yang terbaik dari yang baik, telah saya post ke blog.


Cerita selanjutnya, saat kami belajar mengenai menulis berita. Saya membawa beberapa majalah berbeda, mulai dari majalah anak, majalah sosial, sampai dengan majalah yang memberitakan tentang orang-orang terkaya di negeri ini. Satu lagi cerita inspiratif saya ambil dari salah satu majalah, Difabel. Sebuah majalah yang memberitakan kaum disabilitas. Judul artikelnya adalah "Nonton Bareng Tuna Netra". Kebetulan saat itu saya mengikuti acara itu. Berceritalah saya tentang pengalaman saya nonton film bersama tuna netra. Di akhir cerita, saya bertanya, "Kenapa orang menulis cerita ini ?". Ada yang menjawab bahwa untuk meninngkatkan kasih sayang. Ada juga yang menjawab, agar orang lain tahu tuna netra. Saya senang dengan jawaban mereka. Hanya tinggal saya rangkum saja, dan ditekankan bahwa menulis itu penting untuk berbagi informasi dengan orang lain. Seperti pada acara nonton bareng tuna netra yang ditulis untuk menyebarluaskan informasi kepada seluruh masyarakat di Indonesia, bahwa tuna netra juga memilik hak untuk menikmati hiburan, termasuk menonton film. Setelah bercerita, saya psosisikan mereka sebagai wartawan dan bebas  menentukan satu informasi penting yang ingin mereka bahas dan mereka tulis dalam bentuk berita. 
Tema yang mereka angkat beragam. Mulai dari menyapu lantai, fotograpi, film, sampai dengan keamanan sekolah. Nara sumber yang mereka wawancari terkait dengan temanya juga mereka sendiri yang menentukan. Dan yang terjadi adalah mereka melakukan seluruh tahapan kegiatan dengan sausana senang, tanpa tekanan. Karena, seluruh kegiatan, mereka sendiri yang menentukan.

Jumat, 07 Oktober 2011

"Tik Tik" Suara Kuku Dipotong

Pukul 07.30 pagi bel berbunyi. Anak-anak segera membentuk barisan di depan kelas masing-masing. Guru kelas telah berdiri di depan pintu. Pada satu hari di setiap minggu, anak-anak menyodorkan tangan mereka kepada sang guru untuk diperiksa, apakah mereka berhak untuk masuk kelas atau harus melakukan sesuatu terlebih dahulu. Yaitu . . . potong kuku. Wajah-wajah lucu mereka melukiskan apakah kuku mereka bersih atau tidak. Ada yang langsung mengaku, "Hehehe, aku belum gunting kuku, Bu." Atau ada yang nyengir-nyengir saja sambil takut-takut mengulurkan tangannya. Saya sering geli melihat wajah mereka yang merasa kukunya masih panjang atau kotor. Biasanya saya menyentil pelan, sekedar memberi kode bagi anak yang masih belum masuk kelas. Tentu itu bukan sentilan yang menyakitkan, namun sebuah bentuk kasih sayang untuk membiasakan mereka menjaga kebersihan diri mereka, dalam hal ini kuku.

Potong kuku di SD Cakra Buana, khususnya bagi siswa kelas 4 ke atas, sudah menjadi budaya yang secara rutin dilakukan setiap hari Selasa atau Jumat. Anak-anak yang terkena pencet atau sentil kuku karena kukunya panjang, belum boleh masuk kelas. Mereka berkumpul dulu di hall dan duduk melingkar untuk berdoa bersama sebelum memotong kukunya. Setelah berdoa, maka akan terdengar bunyi "tik tik" dari suara kuku yang dipotong. Gunting kuku telah disiapkan oleh guru. Secara bergiliran, mereka akan dengan sabar menunggu teman yang lain. Biasanya waktu yang dibutuhkan untuk potong kuku seluruh anak, tidak lebih dari 20 menit. Setelah itu, mereka baru boleh masuk kelas.