Galeri

Rabu, 27 April 2011

Insiden Kemarin

Saya baru saja selesai salam di rakaat terakhir sholat zuhur, ketika suara "Prang" itu terdengar dari ruangan sebelah.. Buru-buru saya buka mukena dan dengan sendal jepit bergegas keluar. Beberapa siswa dan guru sudah berdiri di depan toilet laki-laki. Apa yang terlihat membuat saya terperanjat. Kepingan-kepingan kaca berserakan di lantai toilet itu. Untungnya tidak ada siswa yang terluka. Saya bertanya, "Siapa yang melakukannya ?" tidak ada yang mengaku.
Beberapa anak langsung masuk kelas yang posisinya tepat di depan ruang guru, tempat saya tadi melakukan sholat Zuhur. Saya segera mengenakan sepatu dan masuk ke kelas itu.
Seorang anak tengah meraung-raung di karpet yang tergulung separuh.
"Kenapa, Nak ?" saya bertanya. Dia tetap menenggelamkan wajahnya ke karpet, tangisnya masih histeris.
"Saya tidak mau mengganti !" teriaknya.
"Nak, tidak perlu takut seperti itu. Hal ini  bisa kita bicarakan bersama. Kami tidak menyalahkanmu. Yang terpenting adalah kita belajar bertanggungjawab. Sudah menangisnya ." saya mencoba menenangkannya dengan menepuk punggungnya yang masih naik turun.
Perlu beberapa saat, sampai akhirnya anak itu membalik badannnya, dan duduk menghadap saya.
"Kamu minum dulu, dan ajak teman-teman yang tadi bermain bersama kamu. Kita bicarakan di ruangan Ibu."


Kurang dari 5 menit, kami sudah berkumpul di ruang kepala sekolah. Ada 4 anak yang terlibat dalam permainan, yang menyebabkan cermin di toilet laki-laki pecah. Salah seorang dari mereka memeluk bola dari bahan berwarna orange. Sekarang saya meminta mereka untuk menjelaskan kronologis kejadiannya secara lisan. Satu-persatu dari mereka menjelaskan. Kemudian, saya minta mereka menuliskan di buku pembinaan siswa tentang kejadian itu.


Peristiwa kaca pecah, tulang patah, bibir berdarah, dengkul robek adalah hal yang biasa dialami oleh anak-anak saat mereka melakukan aktivitas bermain atau belajar di sekolah. Bukan hal luar biasa yang harus ditanggapi dengan emosi yang berlebihan. Yang terpenting adalah, kita sebagai orang dewasa harus bersikap bijak dalam menanggapinya. Netral terhadap informasi, dan cermat mengklarifikasi persitiwa secara akurat dari sumber-sumber terkait. Dan selanjutnya merangkul anak-anak yang terlibat untuk masuk ke dalam ruang diskusi sebagai upaya mencari jalan keluar bersama. Dengan membiarkan mereka menjelaskan persitiwanya dan mengarahkan mereka menuju solusi terbaik yang bisa diambil.


Hasil dari diskusi mengenai kaca toilet yang pecah kemarin adalah keempat anak itu sepakat akan mengganti kaca dengan memberikan urunan uang sebesar Rp 25.000,00, dan uang tersebut akan mereka ambil dari uang saku pribadi mereka sendiri, tidak lagi meminta dari orang tua.
Saya pikir itu suatu jalan keluar yang perlu diapresiasi. Karena permainan dilakukan bersama-sama, maka mereka juga menyelesaikannya secara musyawarah, dan akhirnya mencapai kata mufakat.


(ki-kaca pecah, April 27th 2011)

Minggu, 24 April 2011

Pengusaha Kecil

Suasana riuh dengan meja-meja kayu berjajar rapi dan anak-anak yang riang menjajakan dagangannya. Mengundang orang-orang yang mungkin awalnya terpaksa tapi pada akhirnya membeli juga dagangan mereka. Riuh yang bersemangat. Itu adalah bayangan yang sudah lama terlintas di pikiran saya. Maka ketika minggu-minggu bergerak menuju hari pengambilan rapor mid semester II, saya terpikir untuk mengadakan program 'pasar-pasaran'. Kepala sekolah menyambut baik rencana saya, maka langsung  saya buat poster dengan judul besar "Gerai Usaha Siswa", bagi yang berminat . . . hubungi dan daftar langsung ke panitia !


Pengumuman tertulis memang sedang kami biasakan untuk menyebarkan informasi ke siswa. Membiasakan mereka untuk tanggap terhadap pengumuman yang tertempel di mading sekolah, bagian kecil dari kegemaran membaca. Belum sehari ditempel, sudah ada serombongan anak yang datang. Awalnya menanyakan peraturan dan syarat-syaratnya.  Saya ingat wajah-wajah kecil yang bersemangat itu.
"Tapi kami mau bersama-sama, Bu. Boleh ga ?" setengah memelas wajah itu menatap saya dengan mata beningnya yang bulat. Saya mengangguk, "Boleh, Nak. Tapi isi formulirnya dulu dan ditandatangani orang tua salah satu dari kalian, ya." saya sodorkan selembar formulir keikutsertaan gerai usaha siswa yang dilengkapi dengan peraturan yang harus dipahami oleh siswa dan orang tuanya.


Hari berikutnya, ada 3 rombongan siswa datang, dan meminta form keikutsertaan.
"Kami ingin berjualan roti bakar, puding, brownes, dan air jeruk, Bu." satu dari 6 anak yang datang itu menjelaskan. Mimik wajahnya yang polos tampak memerah. Sepertinya dia baru saja berlari sepanjang lorong menuju ke kantor saya. Karena teman-temannya yang lainnya pun tidak jauh berbeda kondisinya. Mereka masih berusaha manata nafasnya, dan 3 di antaranya duduk di kursi yang ada di ruang kerja saya. Saya perhatikan mereka satu-persatu. Enam orang dalam 1 gerai ?
"Bagaimana kalian membagi tugas ?"tanya saya. Bukan untuk mematahkan semangat mereka, tapi lebih untuk memastikan bahwa mereka semua benar-benar terlibat penuh dan bekerjasama dengan baik untuk membuka gerai bersama.
"Pertama, modalnya kami kumpulkan dari uang saku sendiri, sebesar Rp 30.000,00. Nanti sore, kami akan belanja bersama untuk membeli bahan-bahan. Besok sore, kami akan ke rumah Ririn untuk masak puding dan brownes. Untuk roti bakar, saya yang akan memasak langsung di gerai. Dan untuk air jeruk, akan dibuat oleh Tami. Sedangkan Lila dan Dea akan bertugas menjadi petugas penjualan yang mempromosikan gerai kami di hari pengambilan rapor nanti. Begitu Bu."
Anak itu menarik nafas panjang selesai menjelaskan. Saya kagum sekali dengan mereka. Dengan tersenyum, saya sodorkan formulir keikutsertaan membuka gerai.
"Good luck, Nak !"


Sampai H-1 sudah ada 10 gerai yang terdaftar. Mulai dari siswa kelas 3 sampai dengan kelas 6 telah mendaftar. Gerai yang diberi nama-nama kreatif itu menawarkan jajanan mulai dari makanan, minuman, sampai gantungan kunci kreasi sendiri. Kali ini, gerai hanya dibuka 10 saja untuk menjaga suasana pengambilan rapor agar tidak terlalu riuh. Apalagi pada hari itu, akan ada performance dari kelas PG sampai kelas 3. Terbayang suasana akan begitu ramai.
Jejeran 10 meja berbalut kain batik sudah tertata di sepanjang koridor sekolah. Setiap meja telah diberi nama gerai sesuai dengan formulir yang masuk. Saya lega melihat persiapan telah dilakukan dengan baik. Meja kasir juga sudah siap. Dan tidak sabar lagi untuk menunggu besok. :) 


Pelaksanaan di hari H tidak jauh berbeda dengan bayangan saya sebelumnya. Suasana meriah dan bising. Rayuan dan teriakan penjual untuk mengundang pengunjung membeli dagangannya. Mulai dari rayuan sekilas sampai dengan memaksa. Dengan membawa nampan berisi puding, beberapa orang anak menyebar di setiap pelosok sekolah yang dipadati orang tua. Di arena performance, hall sekolah, di ruang tunggu depan kelas, dan di  teras pojok aktivitas, sampai di lapangan parkir. Orang tua, teman, dan guru menjadi sasaran para pengusaha kecil itu. Saya termasuk salah satu di antaranya yang . . . terpaksa membeli. Tapi senang koq. 


Acara berjalan lancar hari itu. Pengambilan rapor, performance, pojok aktivitas, dan gerai usaha, berjalan simultan pada tracknya. Para pengusaha kecil belum boleh pulang, mereka masih harus melalui proses selanjutnya, yaitu penghitungan laba penjualan dan profit sharing dengan pihak sekolah yang sebesar 10% dari total penjualan, sekedar untuk membeli buku nota pembelian dan administrasi di meja kasir. Dengan wajah yang puas, satu-persatu dari mereka pulang. Keuntungan hasil kerja keras yang mereka dapat, semoga memperkaya pengalaman dan memori indah mereka di masa SD. 


Hampir semua pengusaha kecil itu menodong saya untuk mengadakan acara serupa dalam waktu dekat. Saya tanggapi dengan senyum, dan mungkin akan ada lagi pada saat pengambilan rapor semester II nanti. Ketika saya tanya pada salah satunya, "Apa yang akan kamu jual nanti ?" anak itu menjawab dengan spontan, "Pan cake keju." Lalu saya berbisik, "Berapa sih keuntungan yang kamu dapat hari ini ?" Anak itu dengan bangga menunjukkan kantong bajunya yang tebal, "Rp 85.000,00.".


"Ok, tunggu pengumuman selanjutnya ya, Nak !"Mendengar ucapan saya, mereka spontan bersorak senang. 


(ki-Inspired by Hari Wirausaha Siswa, March 23th 2011)